Senin, 23 September 2013

PROSES PERKEMBANGAN EMBRIO SAMPAI PARTUS


1.    Bagaimana proses perkembangan embrio sampai partus?

A.    Periode ovum

Merupakan periode yang dimulai dari fertilisasi sampai terjadinya implantasi. Setelah fertilisasi ovum akan mengalami pembelahan (di ampulla isthmus junction) menjadi morulla. Pada sapi masuknya morula ke dalam uterus terjadi pada hari ke 3—4 setelah fertilisasi, 5-8 pada anjing dan kucing dan hari ke 3 pada babi. Setelah hari ke delapan blastocyst akan mengalami pembesaran secara cepat, lama periode ini pada sapi sampai 12 hari, kuda 12 hari, domba dan kambing 10 hari, babi 6 hari dan anjing serta kucing 5 hari (Toelihere,1979).

B.     Periode Embrio/organogenesis

Suatu periode ketika sel-sel berada dalam proses pembentukan organ-organ spesifik dalam tubuh embrio. Merupakan periode dimulainya implantasi sampai saat dimulainya pembentukan organ tubuh bagian dalam. Pada sapi berkisar hari ke 12-45, kucing 6-24, dan kuda 12-50 setelah fertilisasi. Selama periode ini akan terbentuk lamina germinativa selaput embrionik dan organ tubuh  (Toelihere,1979).
Pada periode ini meliputi pembentukan:
1)      Lapisan-lapisan lembaga (germ layer)
a)      Endoderm  (Lapisan germ yang paling dalam)
·   Pertama tampak ketika suatu lapisan sel tunggal  terdorong keluar dari inner cell mass dan tumbuh mengelilingi blastokul
·   Merupakan awal/origo dari sistem digesti, hepar, pulmo, organ internal lain
b)      Mesoderm (Lapisan germ/lembaga  tengah)
·         Lapisan sel2 inner cell mass, yang terdorong di antara endoderm dan ektoderm
·         Origo dari sistem skelet, otot, sistem sirkulasi dan sistem reproduksi
c)      Ektoderm (Lapisan germ yang paling luar)
·         Origo dari sistem syaraf, organ indera, rambut, gl.mamme (Toelihere,1979).
2)      Trofoblast akan menjadi:
a)      Amnion
·         Non-vaskuler, berisi cairan yang dihasilkan fetus
·         Bantalan untuk proteksi
·         Robek saat kelahiran
b)      Yolk sac
·         Sebagai cadangan makanan               
·         Mammalia: atropi
c)      Allantois
·         Penuh dengan pembuluh darah
·         Menyatu dengan chorion (Allantochorion)
·         Membawa darah ke chorion
d)     Chorion
·         Membran fetus terluar
·         Melekat pada induk (Toelihere,1979).

C.    Periode fetus
Periode ini demulai dari terbentuknya alat-alat tubuh bagian dalam, terbentuknya ekstremitas, hingga lahir. Dimulai kira-kira pada hari 34 kebuntingan (domba dan anjing).   Hari ke 45 pada sapi dan hari ke 55 pada kuda. Selama periode ini terjadi perubahan dan diferensiasi organ, jaringan, dan sistem tubuh (Toelihere,1979).

D.    Partus
·         Tahap Pertama: Kontraksi uterus mendorong selaput foetus dan cairannya memasuki cervix yang mengendur.
·         Tahap Kedua: Tahap ini ditandai oleh pemasukan foetus ke dalam saluran kelahiran yang berdilatasi, ruptura kantong allantois, kontraksi abdominal atau perejanan dan pengeluaran foetus melalui vulva.
·         Tahap Ketiga: Tahap terakhir proses kelahiran adalah pengelauran selaput foetus adan involusi uterus  (Toelihere,1979).

2.     Bagaimana mekanisme hormonal saat bunting?
                           
Hormon yang paling berperan dalam kebuntingan salah satunya adalah progesterone yang berfungsi menormalkan/menekan kerja hormon estrogen sehingga semua organ bekerja dalam  keadaan seimbang (menjagakebuntingan) (Toelihere,1979).
a)      Progesteron dari Corpus luteum
Diperlukan selama trimester kebuntingan pertama pada kebanyakan hewan (dapi, kambing, babi, dan kelinci Cl diperlukan sepanjang kebuntingan. Sedangkan pada domba diperlukan selama 50-60 hari kebuntingan (Toelihere,1979).
b)     Progesteron Plasenta
Pada manusia, kuda dan domba, progesteron plasenta diperlukan selama trimester kedua dan ketiga kebuntingan untuk menggantikan Progesteron Corpus luteum.Pada kuda terdapat hormon yang juga berpengaruh yaitu ecg disekresikan kira-kira 30 – 140 hari kebuntingan selain itu juga Menginduksi pembentukan Corpus Luteum sekunder. Corpus Luteum sekunder mensuplai sejumlah progesteron untuk mempertahankan kebuntingan Mengalami regeresi kira-kira 150 hari kebuntingan (Toelihere,1979).



c)      Estrogen
Mengalami  peningkatan  mendekati pertengahan sampai akhir kebuntingan (Toelihere,1979).

3.     Bagaimana ciri kebuntingan dan periode kebuntingan tiap spesies?
a)      Eksternal
·       Tidak adanya estrus
·       Rambut terlihat mengkilat
·       Abdomen cenderung membesar
·       Ambing membesar
·       Berat badan meningkat (Toelihere. 1979).
b)     Internal
·         Vulva dan Vagina
Pada saat kebuntingan mencapai 6-7 bulan, pada sapi dara akan terlihat adanya edema pada vulvanya. Semakin tua buntingnya semakin jelas edema pada vulva ini. Edema yang terjadi di tandai kebengkakan vulva. Perubahan vagina terlihat sebagai pertambahan vaskularisasi mukosa vagina (Partodihardjo, 1987).
·         Serviks
Perubahan yang pertama terjadi ialah pada kelenjar-kelenjar serviks. Kripta-kripta menghasilkan lendir kental, semakin tua umur kebuntingannya semakin kental lendir yang di hasilkannya. Kekentalan lendir ini diperlukan untuk menyumbat lumen serviks (sumbat cervix). Selain perubahan sekresi, serviks mengalami perubahan lain yaitu kontraksi tonus dari muskulatur cerviks, berlangsung selama kebuntingan sampai akhir partus (Partodihardjo, 1987).
·         Uterus
Perubahan pada uterus yang pertama ialah terjadinya vaskularisasi pada endometrium, terbentuk lebih banyak kelenjar endometrium, sedang kelenjar yang telah ada tumbuh lebih panjang berkelok-kelok seperti spiral. Perubahan-perubahan ini terjadi setelah fertilisasi (Partodihardjo, 1987).
·         Cairan amnion dan Allantois
Pembesaran volume uterus pada permulaan kebuntingan sebagian besar disebabkan oleh pertambahan cairan amnion dan allantois, sedang volune enbrio hamper tidak berarti. Pada pertengahan kebuntingan, pertambahan volume cairan menjadi hamper sama pertambahan volume fetus, sedang pada saat masa kebuntingan hendak berakhir, volume uterus dalam ruang abdomen, sebagian besar merupakan volume fetus.
Volume cairan amnion dan allantois selama kebuntingan juga mengalami perubahan. Hampir pada semua spesies cairan amnion menjadi lebih banyak daripada volume cairan allantois, tetapi pada akhir masa kebuntingan cairan allantois menjadi lebih banyak.Volume cairan allantois pada kuda ± 10 L, domba ± 1,75 L, sapi ± 20 L (Partodihardjo, 1987).
·         Ovarium
Terbentuknya corpus luteum (Partodihardjo, 1987).
·       Kornu uteri tidak simetris
·       Adanya kantong amnino
·       Adanya Penggelinciran selaput janin/ alanto korion
·       Adanya fetus
·       Adanya placentom
·       Adanya premitus (Toelihere. 1979).
Periode Kebuntingan Tiap spesies
Spesies
Lama Kebuntingan
Kuda               
11 bulan
Sapi
9 bulan 10 hari
Domba
5 bulan
Babi
3 bulan 3 minggu dan 3 hari
Anjing
2 bulan
(Frandson. 1992)

4.     Apa saja metode deteksi kebuntingan?
a.       Palpasi rectal
b.      Penggunaan Ultrasonografi
c.       Pemeriksaan abdomen
d.      Biopsy vagina
e.       Essay progesterone
f.       Radiografi
g.      Pemeriksaan hematologi (Junaidi, 2006).



Daftar Pustaka
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Junaidi, Aris. 2006. Reproduksi dan Obstetri Veteriner. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Partodihadjo, Soebadi. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya.

Toelihere,M.R,. 1979. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung : Angkasa.


TUGAS
DASAR PEMULIAN TERNAK
NILAI HERITABILITAS DAN NILAI RIPITABILITAS



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLRSB9ZKq8F2VeXJxpt9B43CwLfOCMi_v9s6_KvhyFMlGeMuEjllCRZVWeZ2rPw-Kr41UlLsw6uYG1dd2JPlcny-QzXQEAca0OpfZTXron1vqRgDArFqkAGrC-TUSTU5fZ3DTTAWz-ogtk/s320/Copy+of+LOGO+WARNA+UNHALU.jpg

 



             NAMA              :  MUH. FAJRIN
             STAMBUK      :  D1B4 10 058
              KELAS             :  B


JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012

pengaruh populasi terhadap efektifitas seleksi


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam program pemuliaan selain menitik beratkan perhatian pada penampilan individu, juga biasanya kita juga tertarik pada perubahan-perubahan yang terjadi pada populasi.  Pada pengamatan individu, yang menjadi parameternya adalah genotipe atau komposisi gen yang dimiliki, tetapi pada populasi parameternya adalah frekuensi gen. 
Frekuensi gen adalah perbandingan jumlah gen tertentu dengan jumlah seluruh gen pada lokus yang sama dalam suatu populasi.
Dalam Suatu karakter baik itu karakter yang baik maupun karakter yang buruk ditentukan oleh genotipe ternak itu sendiri dan ekspresinya dipengaruhi oleh lingkungan dimana ternak itu dipelihara.  Untuk mendapatkan jaminan dan kestabilan ekspresi potensi yang tinggi maka perlu dilakukan seleksi pada sifat genetik yang tentunya akan disertai sifat morfologis secara otomatis.
Seleksi merupakan suatu proses dimana  individu-individu tertentu dalam suatu populasi dipilih dan diternakkan untuk tujuan produksi yang lebih baik (segi kuantitas dan kualitas) pada generasi selanjutnya.
Seleksi juga  merupakan dasar utama dalam pemuliaan ternak.  Akibat seleksi dalam populasi adalah meningkatnya rataan dalam suatu sifat ke arah yang lebih baik dan diikuti oleh peningkatan keseragaman atau dengan perkataan lain penurunan keragaman atau simpangan baku.

1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang bahwa pada dasarnya program pemuliaan selain menitik beratkan perhatian pada penampilan individu, juga biasanya kita juga tertarik pada perubahan-perubahan yang terjadi pada populasi untuk itu perluh kita lakukan seleksi dan apa saja metode seleksinya
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mengkaji secara pustaka pengaruh populasi terhadap efektifitas seleksi sedangkan manfaatnya untuk mengetahui adakah pengaruh populasi terhadap efektifitas seleksi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengaruh ukuran Populasi Terhadap Efektifitas Seleksi

Dalam program pemuliaan selain menitikberatkan perhatian pada penampilan individu, juga biasanya kita juga tertarik pada perubahan-perubahan yang terjadi pada populasi.  Pada pengamatan individu, yang menjadi parameternya adalah genotipe atau komposisi gen yang dimiliki, tetapi pada populasi parameternya adalah frekuensi gen. 
Frekuensi gen adalah perbandingan jumlah gen tertentu dengan jumlah seluruh gen pada lokus yang sama dalam suatu populasi.
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung frekuensi gen, yaitu:
     1. Berdasarkan jumlah gen.
Misalkan populasi ternak berjumlah N ekor, maka jumlah seluruh gen pada lokus tertentu adalah 2N.  Jika lokus tersebut berisi gen A dan a, maka akan terdapat tiga macam genotipe yaitu AA, Aa dan aa, masing-masing dengan perbandingan n1 : n2 : n3. Dalam hal ini n1 + n2 + n3 = N.
Individu bergenotipe AA akan memiliki dua buah gen A, individu Aa memiliki sebuah gen A dan sebuah gen a, sementara aa memiliki dua buah gen a.  Jika frekuensi gen A disimbolkan dengan p dan frekuensi gen a disimbolkan dengan q, maka frekuensi masing-masing gen adalah:
, sedang , di mana p + q = 1.
Contoh suatu populasi sapi Shorthorn berjumlah 100 ekor yang terdiri atas warna merah (RR) 47 ekor, Roan (Rr) 44 ekor dan putih (rr) 9 ekor.  Tentukan frekuensi gen R dan r.
Jawab :
Diketahui N = 100, maka jumlah gen = 2N = 200.
               RR = n1 = 47,    Rr = n2 = 44,      rr = n3 = 9
Maka Frekuensi gen R =   
P + q = 1, maka q = 1 -  0,69 = 0,31.
     2. Berdasarkan Perhitungan Frekuensi Genotipe
Misalnya : Frekuensi genotipe AA adalah D = n1/N;  Aa adalah H = n2/N dan aa = n3/N.                            D (AA) + H(Aa) + R (aa) = (n1 + n2 + n3) = N/N = 1.  
Frekuensi masing-masing gen dihitung dengan :
p (A)  =  D + ½ H = (n1 + ½ n2)/N ,     dan         q (a) = ½ H + R = (½ n2 + n3)/N.
Sebagaimana contoh kasus di atas, D (RR) = n1 = 47 ; H (Rr) = n2 = 44 dan R (aa) = n3 = 9 ekor, maka:
p (A)  =  47 + ½ (44) /100 =  0,69
q (a)  =  (½ (44) + 9)/100  =  0,31.
     3. Berdasarkan Perbandingan Jumlah Gamet
Jika suatu populasi terjadi kawin acak (random mating=panmixia), maka setiap individu jantan dewasa memiliki peluang yang sama untuk mengawini betina dewasa yang ada.  Jika pengamatan populasi ditujukan pada sebuah lokus yang mengandung gen A dan a,  di mana gen A dengan frekuensi p dan a dengan frekuensi q akan terdapat gamet (spermatozoa dan ovum) yang mengandung gen A berbanding gamet yang mengandung gen a = p : q.  Hasil pertemuan gamet dijelaskan sebagai berikut:
Sperma/
Ovum
A
(p)
a
(q)
A (p)
AA (p2)
Aa (pq)
a (q)
Aa (pq)
aa (q2)

Berdasarkan hasil pertemuan gamet tersebut, maka perbandingan individu atau genotipe pada generasi anak adalah AA : Aa : aa = p2 : 2pq: q2 = (p + q)2 = (1)2 = 1.  Jika dihubungjan dengan genotipe AA (D) : Aa (H) : aa (R) adalah           p2  :  2pq  :  q2,   maka  frekuensi  gen  A adalah
D + ½ H = p2 + pq = p (p + q) = p (1) = p, dan frekuensi  gen a adalah   ½ H + R = pq + q2 = q (p + q) = q.  Dengan demikian bila terjadi kawin acak pada generasi tetua terbukti bahwa frekuensi gen dan frekuensi genotipe keturunannya tidak akan mengalami perubahan.  Keadaan ini disebut Keseimbangan Hardy-Weinberg.
Kombinasi Perkawinan
Total Frekuensi
Frekuensi Keturunan Generasi Berikutnya


AA
Aa
Aa
AA x AA
p4
p4
-
-
AA x Aa
4p3q
2p3q
2p3q
-
AA x aa
2p2q2
-
2p2q2
-
Aa x Aa
4p2q2
p2q2
2p2q2
p2q2
Aa x aa
4pq3

2pq3
2pq3
aa x aa
q4
-
-
q4

AA = p4 + 2p3q + p2q2 =  p2 (p2 + 2pq + q2 ) = p2 (p + q)2 = p2 (1)2 = p2
Aa = 2p3q + 2p2q2 + 2p2q2 + 2pq3 = 2p3q + 4p2q2 + 2pq3
          = 2pq (p2 + 2pq + q2 ) = 2pq
Aa = p2q2 + 2pq3 + q4 = q2 (           p2 + 2pq + q2 ) = q2

Perhitungan Frekuensi Gen Untuk Alel Ganda

Dikatakan alel ganda jika sebuah lokus mengandung lebih dari sepasang alel (dua buah gen).  Sebagai contoh adalah golongan darah ABO pada manusia, di mana sebuah lokus mengandung tiga macam alel, yaitu A, B dan O.  Adapun fenotipe, genotipe dan frekuensi harapan dapat dilihat pada tabel berikut:


Frekuensi gen adalah:
Gol. Darah
(Fenotipe
Genotipe
Frekuensi
Harapan
A
IAIA
IAi
p2 + 2pr
B
IBIB
IBi
q2 + 2qr
AB
IAIB
2pq
O
ii
r2

Frekuensi i = r =

                Frekuensi IA = , Hal ini didapat dari:
Frekuensi gol. Darah B dan O = q2 + 2qr + r2 = (q + r)2,
karena p + q + r = 1, maka B + O = (1 – p)2, sehingga
IA = , sedangkan IB = .
Contoh: Dari 190.177 awak pesawat di USA diperoleh proporsi golongan darah sebagai berikut:
A  =  41,716%       AB  =   3,040%
B  =    8,560%         O  = 46,684%.
Adapun frekuensi masing-masing gen adalah sebagai berikut:
IA  =
IB = 
Golongan darah AB tidak dimasukkan ke dalam perhitungan frekuensi gen, tetapi dapat diduga dengan rumus : IAIB = 2pq = 2 (0,2567)(0,0598) = 0,0307.

 

Perubahan Frekuensi Gen

Perubahan frekuensi gen mengakibatkan perubahan dalam sifat-sifat populasi, misalnya rataan produksi susu pada sapi perah, laju pertumbuhan pada ayam potong dan sapi potong, produksi telur pada ayam mampun perubahan proporsi warna kulit, bulu dan lain-lain
Ada empat kekuatan yang dapat merubah frekuensi gen, yaitu:
1.      Migrasi
Bila sejumlan individu dari populasi tertentu dipindahkan dan bercampur dengan populasi lain (terjadi perkawinan) akan menyebabkan perubahan frekuensi gen.  Jika frekuensi gen populasi asli yang berjumlah n1 adalah q0 dan frekuensi gen populasi pendatang sejumlah n2 adalah q’0, maka jumlah populasi campuran M = n1 + n2.  Jika proporsi pendatang n2/M dilambangkan dengan m dan proporsi ternak asli n1/M  adalah (1-m), maka frekuensi gen baru adalah:
q1 = mq’0 + (1-m)q0 = q0 – m(q0-q’0).
Perubahan frekuensi gen adalah: Δq = q1 – q0 = m (q’0 –q0).
Contoh.  Sejumlah 180 ekor populasi sapi awal memiliki frekuensi gen a (q0) adalah 0,30.  Jika sejumlah 20 ekor sapi baru dengan frekuensi gen a (q’0) sebesar 0,16, dimasukkan (bergabung dan kawin acak) dengan populasi awal,  tentukanlah frekuensi gen pada generasi berikutnya.
Jawab:
Diketahui: M = 180 + 20 = 200.    m = 20/200 = 0,20, maka:
q1 = q0 – m (qo –q’0) = 03 – {0,20 (0,30 – 0,16)} = 0,272.
Δq = q1 – q0 = m (q’0 –q0) = 0,20 (0,16 – 0,30) = -0,028.
2.      Mutasi
Mutasi terjadi sekali-sekali dalam populasi dan merupakan modal utama terjadinya perubahan evolusi.  Mutasi ada dua macam, yaitu 1) mutasi tak berulang, yang jarang terjadi dan hanya satu kali, sehingga perannya dapat diabaikan,  dan 2) mutasi berulang, lebih sering terjadi dan berlangsung lama, sehingga sangat berperan dalam merubah frekuensi gen.
Mutasi dapat terjadi pada gen A yang berubah menjadi a dengan dengan kecepatan u. Jika frekuensi awal gen A adalah p, maka gen a bertambah sebesar up.  Mutasi juga terjadi sebaliknya dari a menjadi A dengan kecepatan v.  Jika frekeuensi gen a adalah q, maka gen a berkurang sebesar vq.  Perubahan setiap generasi adalah Δq = up – vq.  Jika up = vq maka Δq = 0 atau tidak terjadi perubahan.
3.      Seleksi
Misalkan di dalam suatu populasi, seleksi dilakukan untuk mengurangi individu bergenotipe aa. Individu aa tidak diberikan kesempatan menghasilkan keturunan, sehingga kesuburan relatif-nya (Relative fitness) menurun.  Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
Genotipe
AA
Aa
aa
Jumlah
Frekeunsi
Kesuburan
p2
1
2pq
1
q2
1-s
1
Frek. pada Generasi anak

p2

2pq

q2(1-s)

1-sq2

Pada contoh ini diasumsikan ada dominansi lengkap serta frek. gen A dan a adalah p dan q.  Sementara itu karena individu aa dikurangi perannya sebesar s (koefisien seleksi), maka perannya menjadi 1-s.



Akibat seleksi terhadap aa, maka
,  di mana gen a dihasilkan oleh aa = q2(1-s), dan oleh Aa = ½ (2pq) = pq.
Perubahan frekuensi gen (Δq) akibat seleksi satu generasi terhadap aa adalah :
.  Dari persamaan ini terlihat frekuensi gen a berkurang dari q menjadi , sesuai tujuan seleksi mengurangi gen a.
Jika s dan q awal kecil, maka penyebut mendekati 1, sehingga
sementara itu    , atau disederhanakan menjadi
Contoh:  Jika di dalam suatu populasi terdapat frekuensi gen a sebesar q =0,1 dan koefisien seleksi s = 0,5, maka frekuensi q adalah:
,  atau
Berdasarkan persamaan-persamaan dan contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa:
  1. Efektivitas seleksi tergantung pada koefisisen seleksi dan frekuensi gen
  2. Seleksi paling efektif pada frekuensi gen sedang, dan tidak efektif pada nilai ekstrim.
4.      Faktor Kebetulan (Randon Drift).
Faktor ini akan efektif merubah frekuensi gen pada populasi yang kecil, seperti ternak rakyat di pedesaan.  Misalnya dalam populasi terdapat sapi memiliki gen B (hitam) dengan frekuensi 0,6 dan gen b (putih) dengan frekuensi 0,4.  Oleh adanya wabah, semua sapi hitam mati dan hanya tersisa 10 ekor sapi putih bergenotipe bb.  Dengan demikian frekuensi gen b mencapai maksimum = 1 atau disebut mencapai fiksasi, sedangkan gen B menjadi nol dan disebut mencapai eliminasi (kepunahan).
Adapun besar deviasi yang terjadi akibat random drift adalah: .
Contoh: ada 2 populasi yang memiliki frekuensi gen awal sama = 0,5, tetapi ukuran besar populasi berbeda jauh, yaitu 25 ekor dan 250.000 ekor.  Maka deviasi untuk masing-masing populasi adalah :
Populasi besar:    atau 0,14%
Populasi kecil :       atau 14,12%.
2.2 Prinsip Seleksi

Prinsip Seleksi

Suatu karakter baik itu karakter yang baik maupun karakter yang buruk ditentukan oleh genotipe ternak itu sendiri dan ekspresinya dipengaruhi oleh lingkungan dimana ternak itu dipelihara.  Untuk mendapatkan jaminan dan kestabilan ekspresi potensi yang tinggi maka perlu dilakukan seleksi pada sifat genetik yang tentunya akan disertai sifat morfologis secara otomatis.
Dalam suatu spesies sifat atau karakter dari individunya sangatlah bervariasi/beragam. Hal ini disebabkan oleh :
1. tempat hidup yang berbeda-beda yang menyebabkan ekspresi gen yang sama  bisa berbeda, daya dan arah mutasipun berbeda-beda.
2. bila kesempatan kawin acak tinggi maka makin heterozigotlah genotype individu nya, sehingga banyak sifat-sifat yang baik maupun yang buruk tersembunyi oleh keheterozigotan genotipnya.
Seleksi merupakan suatu proses dimana individu-individu tertentu dalam suatu populasi dipilih dan diternakkan untuk tujuan produksi yang lebih baik (segi kuantitas dan kualitas) pada generasi selanjutnya.
Seleksi merupakan dasar utama dalam pemuliaan ternak.  Akibat seleksi dalam populasi adalah meningkatnya rataan dalam suatu sifat ke arah yang lebih baik dan diikuti oleh peningkatan keseragaman atau dengan perkataan lain penurunan keragaman atau simpangan baku.
Melakukan seleksi merupakan aktifitas para pemulia yang paling penting karena merupakan dasar utama dari pemuliaan yang meliputi aktifitas :
  1. Menentukan ternak mana yang akan dipilih pada tiap generasi yang akan dipakai sebagai tetua untuk generasi berikutnya.
  2. Menentukan apakah semua ternak yang dipilih akan dibiarkan mempunyai keturunan yang banyak atau tertentu saja.

Fungsi dari seleksi dalam suatu populasi adalah mengubah frekuensi gen yang ada dalam populasi tersebut.  Seleksi yang konsisten untuk suatu sifat yang diinginkan seperti laju pertambahan bobot badan per hari akan meningkatkan frekuensi gen yang menentukan pertambahan bobot badan yang tinggi dan tentunya frekuensi gen tsb sehingga rata-rata populasi akan berubah.
            Secara umum seleksi dapat dibagi atas dua macam, yaitu :
  1. Seleksi alam (natural selection) dimana seleksi terjadi secara spontan akibat pengaruh alam.
  2. Seleksi buatan (artificial selection) seleksi terhadap ternak/hewan yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
 Seleksi alam
Digambarkan pada kejadian yang dialami oleh ternak-ternak liar yang mampu meneruskan hidupnya pada kondisi alam yang berubah-ubah.  Seperti adanya musim yang berbeda, bencana alam ( seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, dsb.), musuh alam, keadaan pasture, temperature, penyakit dan parasit.  Dalam hal ini dikenal adanya istilah The survival of the fittest (yang kuat/mampu mengatasi pengaruh alam yang berhasil hidup/berbiak).

ð  Seleksi alam
Seleksi alam merupakan proses yang kompleks dan banyak factor yang menentukan perbedaan antara individu dalam populasi seperti : mortalitas, periode aktifitas seksual, fertilitas, dsb.
Dengan adanya ternak yang berhasil mengatasi pengaruh alam tersebut, maka secara tidak langsung alam telah menyeleksi ternak-ternak dalam populasi tertentu.
ð  Seleksi buatan
Seleksi ini dilakukan oleh manusia, mana ternak yang dipilih utnuk diternakkan dan mana ternak yang tidak produktif lagi ditinjau dari kebutuhan dan tujuan manusia itu sendiri.  Dalam hal ini seleksi alam masih mempunyai pengaruh.
Akibat seleksi buatan adalah adanya perbedaan (dari segi kuantitatif dan kualitatif) breed dan tipe ternak dalam suatu species.











BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Parameter pengaruh populasi terhadap efektifitas seleksi ialah frekuensi gen, frekuensi gen adalah perbandingan jumlah gen tertentu dengan jumlah seluruh gen pada lokus yang sama dalam suatu populasi.















DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. Dasar genetika populasi. http://www.scribd.com/doc/70151006/DASAR-GENETIKA-POPULASI. di akses  tgl 8 oktober 2012