BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Untuk mengatasi
kurangnya konsumsi protein hewani dan rendahnya penghasilan masyarakat
Indonesia, usaha yang telah dilakukan adalah meningkatkan produksi peternakan.
Salah satu usaha kearah tersebut adalah penerapan teknologi modern dalam
reproduksi. Teknologi yang dimaksud adalah Inseminasi Buatan (IB) dan Transfer
embrio. Transfer embrio banyak dibicarakan di Indonesia pada akhir tahun 1982,
sejak datangnya seorang tamu penceramah dari Amerika Serikat yang menyampaikan
suatu bahasan mengenai TE. Ceramah dia dakan di Balai Penelitian Ternak Ciawi
yang diikuti oleh para cendekia peternakan dari kalangan perguruan tinggi,
lembaga penelitian maupun Direktorat Jenderal Peternakan.
Sedangkan
teknologi transfer embrio untuk pertama kali diintroduksi pada sapi di Cicurug
Jawa Barat pada tahun 1984 dengan menggunakan embrio beku import dari Texas,
USA. Transfer dilakukan pada 77 ekor resepien dengan cara pembedahan lewat
daerah kampong oleh tim dari Granada Livestock Transplant Co, USA
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan dari makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa
yang dimaksud dengan Transfer Embrio.
2. Apa
saja tahapan utama dalam transfer Embrio
3. Apa
saja metode Transfer Embrio
C. Tujuan
dan Manfaat
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Transfer Embrio, tahapan-tahapan
Transfer Embrio, dan apa saja metode Transfer Embrio itu sendiri sedangkan
manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui apa yang
di maksud dengan Transfer Embrio, tahap-tahap transfer embrio dan apa-apa saja
metode dari Transfer embrio itu sendiri
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Transfer Embrio
Transfer
Embrio merupakan suatu teknik yang dikenal juga dengan genetic manipulation.
Keuntungan praktis dari transfer embrio adalah untuk meningkatkan kapasitas
reproduksi ternak yang berharga. Untuk beberapa tahun peningkatan mutu genetic ternak sapi telah dilakukan
dengan metode inseminasi buatan dengan memanfaatkan sisi pejantan.
Berbeda halnya dengan Transfer embrio
dimana dapat mempercepat percepatan dari sisi betina, namun berjalan sangat
lambat karena ternak sapi betina bersifat monotokus dan mempunyai masa
kebuntingan yang cukup panjang.
Transfer embrio adalah suatu teknik
dimana embrio (fertilized ova) dikoleksi dari alat kelamin ternak betina
menjelang nidasi dan ditransplantasikan ke dalam saluran reproduksi betina lain
untuk melanjutkan kebuntingan hingga sempurnah, seperti konsepsi,
implantasi/nidasi dan kelahiran.
Produksi embrio dapat dilakukan secara
in vivo dan in vitro. Dalam teknik in vivo, hewan betina donor akan menjalani
superovulasi, yakni penyuntikan hormone gonadotropin (FSH, PMSG/CG atau HMG)
guna melipat gandakan produksi sel telur. Sel-sel telur yang diovulasikan
tersebut, setelah mengalami pembuahan dan berkembang menjadi embrio ditampung
atau dikoleksi untuk kemudian ditransfer pada betina resipien.
Di samping ditransfer secara langsung
embrio dapat dibekukan atau dimanipulasi guna menghasilkan kembar identik.
Embrio paruh yang dihasilkan dapat ditransfer atau sebagai bahan untuk
menentukan jenis kelamin. Pada teknik in vitro, sumber sel telur umumnya
berasal dari ovarium yang berasal dari hewan yang telah dipotong. Dibeberapa
Negara maju, limbah rumah potong hewan (RPH) tersebut, setelah melalui
serangkaian teknik tertentu teryata terbukti telah secara komersial dapat
meyediakan embrio bagi penyediaan ternak potong. Dengan bantuan ultrasonografi,
teknik “ovum pick-up” telah dapat diterapkan guna menyediakan oosit ternak
unggul yang masih produktif tanpa harus menunggu di potong.
B. Tahapan Utama dalam Transfer Embrio
Transfer
embrio terdiri dari beberapa tahapan yang dimulai dari seleksi donor. Dan saat
ini teerdapat teknik-teknik yang berhubungan dengan Transfer Embrio seperti
sexing spermatozoa, mikromanipulasi, in vitro fertilisasi dan transfer inti.
Tahapan
utama Transfer Embrio adalah:
1.
Induksi superovulasi.
2.
Sinkronisasi estrus.
3.
Pemanenan embrio.
4.
Klasifikasi embrio.
5.
Peyimpanan embrio dan kultur.
6.
Kriopreservasi.
7.
Transfer Embrio.
Teknik yang berhubungan dengan Transfer
Embrio adalah:
1.
In vitro Fertilisasi
2.
Mikromanipulasi.
3.
Sexing (karyotyping, DNA-PCR menthod)
4.
Cloning.
1. Induksi Superovulasi
Sapi adalah hewan
monotokus dimana biasanya ova yang diovulasikan hanya satu tiap siklus estrus.
Denga metode superovulasi dapat diperoleh beberapa sel telur ataupun embrio
dari seekor ternak sapi dalam satu siklus estrus, dan dapat ditransfer ke
ternak sapi lainnya. Untuk menginduksi ovulasi (produksi beberapa ova), dapat
digunakan beberapa hormone gonadotropin PMSG, FSh, dan HMg (human menopause
gonadotropin). Namun beberapa tahun terakhir hormone yang sering digunakan
adalah PMSG. Namun pengunaan hormone FSH dapat menghasilan ovulasi yang lebih
baik dan embrio dengan kualitas yang lebih baik dari pada PMSG.
Untuk merangsang folikel menjadi
matang , injeksi FSH harus diberikan secara berulang, biasanya 8 ali selama 4
hari, karena waktu paruhnya singkat antara 2 sampai 5 jam di dalam tubuh ternak
sapi, hal ini sangat berbeda dengan PMSG dimana waktu parunya sangat panjang.
a. Seleksi Donor
Untuk
keberhasilan mendapatkan embrio denga kuaitas yang baik ternak donor harus
diperiksa kondisi kesehatannya serta tingkat fertilitasnya.
Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh ternak donor adalah:
1.
Kemampuan genetic yang superior tanpa
penyakit menurun.
2.
Tingkat reprouksi yang tinggi, sehat tanpa
penyakit hewan bawaan seja lahir.
3.
Mempunyai nilai pasar yang tinggi.
4.
Sejarah reproduksinya diketahui dan mempunyai
sikus estrus yang normal.
5.
Tanpa penyakityang mempengaruhi tingkat
fertilisasi.
6.
Tidak terlalu tua.
b. Prosedur Superovulasi
1.
Sebelum perlakuan dimulai, beberapa
kondisi di bawah ini harus dipenuhi untuk keberhasilan produksi beberapa
kondisi di bawah ini harus dipenuhi untuk keberhasilan produksi beberapa embrio
dengan kualitas yang baik:
·
Siklus estrus donor normal. Untuk
mengetahui paling sedikit harus diamati selama dua siklus estrus secara
berurutan. Ternak donor harus memperlihatkan tanda-tanda estrus yang sempurna
dan interval siklus estrus normal (18-24 hari).
·
Tidak mengalami kelainan uterus atau
tuba fallopi seperti endometritis. Subklinikal endometritis kadang sulit untuk
didteksi, oleh karena itu palpasi uterus pada fase luteal atau pemeriksaan
lender estrus perluh dilaksanakan.
·
Pada hari ke 9-14, donor yang mempunyai
CL yang baik dapat dilakukan superovulasi. Jika ovarium kecil akan kurang
menghasilkan sel telur/embrio. Hal ini menujukan bahwa ovarium mengandung
sedikit folikel yang responsif terhadap perlakuan
superovulasi.
2.
Superovulasi
dengan FSH
·
Karena waktu paruh FSH sangat singkat
maka pengulangan injeksi sangat diperlukan. Total dosis yang dibutuhkan untuk
seekor donor adalah 36 mg FSH diinjeksikan dengan cara dosis menurun selama 4
hari.
·
Dosis optimum FSH untuk superovulasi
dipengaruhi oleh bangsa sapi donor, misalnya untuk sapi jenis Japanese Black
dibutuhkan 20(4,4,3,3,2,,2,1,1) hingaga 28(5,5,4,4,3,3,2,2,1,1) mg FSH.
·
Interval waktu antara injeksi siang dan malam adalah 8-12 jam.
·
48 jam setelah injeksi FSh yang petama
(haru ketiga dari skedul), harus diberikan prostaglandin atau 750 µg
cloprostaglandin, dosisnya dibagi dua yaitu 20 mg diinjeksikan siang dan 10 mg
diinjeksikan malam, akan memberikan hasil yang lebih baik.
3.
Superovulasi
dengan PMSG
PMSG dapat menggantikan FSH meskipun embrio yang dihasilkan
kurang baik daripada menggunakan FSH. Biasanya dengan dosis 2000-3000 IU PMSG
diberikan kepada donor selama 9-14 hari dari siklus estrus.
4.
Pengunaan
preparat progesterone
preparat
progesterone seperti syncromate-B (implant di telinga) dan CIDR (intravagina),
digunakan untuk sinkronisasi estrus, dan dapat digunakan dalam rangkaian
superovulasi setiap saat tanpa melihat siklus estrus donor.
c. Inseminasi Donor yang Telah
Disuperovulasi
1.
Waktu inseminasi
Biasanya, donor yang telah diberi perlakuan
menunjukan estrus 42-48 jam setelah injeksi prostaglandin. Umumnya saat terbaik
untuk inseminasi buatan adalah 10-24 jam setelah estrus pertama kali muncul,
oleh karena itu donor harus diinseminasi untuk pertama kali pada saat siang
hari pada hari ke lima pelaksanaan superovulasi dan inseminasi kedua pagi hari
pada hari keenam perlakuan superovulasi. Jadwal atau skedul ini dapat berubah
tergantung pada saat munculnya estrs pertama. Biasanya dua kali inseminasi
cukup untuk estrus yang normal dan menghasilkan embrio dengan menghasilkan
peroehan embrio yang jelek.
2.
Hal yang harus diperhatikan selama
inseminasi
Jangan disentuh ovarium pada saat estrus
dan ovulasi. Palpasi rectal pada ovarium selama ternak yang disuperovulasi
estrus dapat menyebabkan rusaknya folikel yang sedang berkembang. Inseminator
harus menagani alat kelamin betina dengan betina bagian atas sangat sensitife
terhadap stres.
3.
Kualitas semen beku
Kualitas
semen juga sangat penting dalam menghasilkan embrio dengan kualitas yang baik.
Semen beku dengan tingkat fertilisasi sperma yang telah diketahui dapat
digunakan dalam rangkaian superovulasi.
d. Factor-faktor
yang mempengaruhi Superovulasi
Pengaruh
respon ovarium adalah yang sangat penting dalam mempengaruhi keberhasilan superovulasi
pada ternak. Beberapa factor berikut adalah yang dapat mempengaruhi respon
ovarium selama superovulasi:
1.
Hormon gonadotropin
·
Jenis hormone, terdapat banyak jenis
hormone.
·
Sisa LH pda saat pembuatan/sintesis Fsh.
·
Dosis, cara penyuntikan.
2.
Donor
·
Bangsa
·
Umur, sapi induk atau dara
·
Siklus estrus saat diberi perlakuan
hormone
·
Kondisi kesehatan
·
Jarak/interval dari saat melahirkan
·
Kondisi nutrisi
·
Stress (transport, perubahan makanan,
panas dsb)
·
Muslim
3.
Folikel Dominan Pada Ovarium Donor
Penelitian
terbaru terhadap dinamika folikel dalam ovarium ternak menunjukan bahwa pada
umumnya folikel dalam ovarium ternak menunjukan bahwa pada umunya dalam satu
siklus terdapat 2 atau 3 gelombang folikel, yang dicirikan oleh profil FSH.
Pada saat gelombang tertinggi menunjukan terdapat folikel dominan dalam
ovarium. Seleksi folikel dominan diikuti dengan pertumbuhan sejumlah folikel
yang keil.
Dalam
perlakuan superovulasi, keberadaan folikel dominan pada saat pemberian hormone
gonadotropin menyebabkan respon yang kurang baik. Saat ini, banyak dilakukan
penelitian untuk mengoptimalisasikan respon superovulasi.
e. Manajemen Donor
1.
Kondisi kesehatan
Transfer embrio sangat membutuhkan kondisi
kesehtan ternak dalam keadaan baik. Kondisi kesehatan ternak donor harus dicek
secara baik melalui test darah dan vaksinasi. Juga, saat donor diseleksi,
saluran reproduksi harus diperiksa secara palpasi rectal untuk mengetahui
abnormalitas dan memastikan ternak tidak dalam keadaan bunting.
2.
Pakan dan manajemen
Pakan
yang sesuai dan program manajemen yang baik untuk ternak donor pada saat
persiapan akan memberikan hasil yang baik. Pengaruhi pakan yang jelek terhadap
perkembangan folikel pada sapi telah banyak dilaporkan. Baik obesitas maupun
kondisi pakan yang jelek dapat mengurangi fertilitas. Oleh karena itu, donor
harus dikontrol sehingga kondisi tubuh sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Penimbangan ternak secara periodic dan menentukan skor tubuh ternak akan
membantu dalam manajemen pemberian pakan.
2.
Pemanenan
Embrio
1. Medium,
Alat, dan Obat
a. Medium
Untuk pemanenan
Dua medium yang sering
digunakan untuk pemannan embrio, yaitu 0.3-0.4% Bovine Serum Albumin (BSA) atau
1-2% Calf Serum (CS) yang telah diinaktivasi ditambahkan sebagai sumber protein
kedalam medium. Embrio di dalam medium yang tidak mengandung protein akan
lengket ke permukaan pelastik atau kaca seperti petri dishes (cawn petri)
·
Dulbecco’s Phosphate Buffered Saline (D-PBS)
atau
·
Lacto-Ringer’s solution
Ditambah:
Protein : CS 10-20 ml atau BSA 3-4 g/liter dan
Antibiotik
: penicillin 200.000 IU + streptomycin 0.2 g atau kanamycin 100 mg/liter.
b.
Peralatan
· Foley catheter atau ballon catheter untuk sapi
(1,18 atau 20 G)
· Inner
stylet untuk foley catheter.
· Cervix
expander.
· Botol
atau plastik silinder untuk medium pemanenan.
· Silicone
tube dengan Y-atau T connector dan clamp.
· Disposable
syringes (5,20,50 ml).
· Injection
needle (18 G).
· Infusion
tube (medical use).
· Kocher’s
forceps.
· Intrauterine
injector.
· Plastic
gloves.
· Cervical
forceps.
· Vagia
scope.
c.
Obat
· Cotton-alcohol (kapas dicelup dengan 70%
Ethylalcohol).
· Kertas
tisu dicelup dengan desinfektan (0.1% Benzalkonium chloride).
· 2%
xylocaine.
· Padrine
(prifinum Bromide: parasympathicolytic, anticonvulsivant).
· Isodine
solution (2% PVP-Iodine) atau antibiotic untuk pemberian intrauterine.
· PGF2α
atau Cloprostenol.
2. Prosedur
pemanenan Embrio
Metode
dengan operasi (surgical) adalah metode pertama kali yang sukses dalam
pemanenan embrio, namun saat ini terdapat metode non operasi (non surgical)
sebagai pilihan panen embrio.
Panen
embrio sapi biasanya dilakukan hari ke 6 sampai ke 8 setelah estrus (hari estrus = hari ke 0) yang akan
menghasilkan embrio dengan tingkat perkembangan yang cocok untuk ditransfer
ataupun dibekukan. Pada hari ke 6 ovum yang diovulasikan telah berada di bagian
unjung anterior tanduk uterus.
Prosedur pemanenan
embrio:
a. Persiapan
· Sapi
donor dijepit dalam kandang jepit. Kaki depan lebih tinggi dari pada kaki
belakang sehingga saluran reproduksi lebih mudah diakses/dikendalikan.
· Palpasi
dan tentukan panjang saluran reprodksi, lokasi dan kondisinya. Juga estimasi dan
catat jumlah CL dan folikel yang tidak diovulasikan pada ovarium.
· Hangatkan
lebih kurang 1000 ml medium flushing (pembilasan) untuk setiap donor dalam
water bath sebelum digunakan.
· Botol
medium disambungkan dengan inflow tube dan diarahkan ke foley catheter. Outflow
tube disambungkan dengan inflow tube menggunakan Y-atau T-connector.
· Baik
inflow maupun outflow tube diisi dengan medium sebelum pemanenan dimulai.
· Ballon
catheter dibilas dengan medium pemanenan dan sebuah inner stylet difiksir ke
chateter sebelum digunakan. Fiksasi stylet dilakukan dengan tube connector atau
kocher’s forceps.
b. Anastesi
Epidural
· Pangkal
ekor dijepit, dicuci dengan sabun antiseptic, kemudian lap/hapuss dengan
cotton-alcohol, dan anatesi epidural diberikan antara sacrum terakhir dan
coccygeal pertama tulang belakang dengan 5 ml 2% Xylocaine. Posisi injeksi yang
tepat akan menghindari efek negatife.
·
Feses harus dikeluarkan dari rectum
sebelum pemberian anastesis lokal untuk mencegah masuknya udara dalam jumlah
banyak maka dapat dikeluarkan dengan pompa vakum.
· Setelah
anastesi afektif dilakukan pangkal ekor diikat dan difiksir ke tubuhnya.
· Hal
ini adala alternative untuk anastesi dengan Xylocaine. Injeksi 20 ml prifinum
Bromide (padrin: parasympathicolytic) intravena atau intramuscular dapat
menghalagi tekanan yang ekstrim terhadap rectum dan akan memudahkan penanganan
uterus.
c. Pemasukan
kateter Balon dan Fiksasi Balon
· Vulva
dan rectum dicuci dengan air hangat dan dibersihkan dengan kertas tisu (yang
diberi desinfektan) dan ikut dengan kapas yang di beri alcohol.
· Kkemudian
operator memasukan salah satu tangannya ke rectum. Selanjutnya vulva dibuka
oleh seorang asisten dan cervical expander dimasukan ke vagina dan ditempatkan
di dalam lumen cervix. Dengan sangat hati-hati untuk memudahkan masuknya cervical
expander dimasukan ke dalam cervix untuk
memudahkan masuknya kateter foley.
· Kateter
foley dengann ukuran 18-20 G (tergantung pada uukuran cervix) dengan inner
stylet dimasukan dengan perlahan ke dalam vagina dank e dalam lumen cervix
hingga badan uterus dengan palpasi rectal seperti saat IB.
· Kemudian
kateter foley dimanipulasi/diarahkan ke dalam salah satu tanduk uterus sehingga
balon dapat difiksir 2-3 cm di bagian eksternal bifurcation tanduk uterus. Pada
kasus dimana sapi Holstein baru saja melahirkan maka penempatan balon harus
lebih dalam karena belum mengalami involusi uteri yang harus lebih dalam karena
belum mengalami involusi uteri yang sempurna.penggunaan cervix forcep
memberikan hasil yang lebih bai.
· Perlakuan
yang hati-hati akan menghindarkan dari kerusakan endometrium saat pemasukan
kateter.
· Segera
setelah kateter masuk pada posisi yang benar, seorang asisten menginjeksikan 10 ml udara ke dalam balon,
kemudian secara perlahan ditambahkan udara sesuai dengan total volume hingga
teknisi merasa bahwa tanduk uterus sudah cukup gembung.
· Penambahan
3-6 ml udara biasanya sudah cukup. Balon harus ketat sehingga medium tidak
dapat mengalir ke luar antara balon dan dinding tanduk uterus.
· Apabila
balon terlalu gembung dapat merusak endometrium dan menginduksi pendarahan.
Volume udara balon yang sesuai tergantung pada ukuran uterus dan posisi balon.
Pada umumnya 12-14 ml udara untuk sapi dara dan sekitar 14-16 ml udara untuk
sapi induk.
d. Prosedur
pembilasan
· Pembilasan
dapat dilakukan dengan metode konvensional, namun sekarang sudah dikembangkan
peralatan yang otomatis. Pada penggunaan mesin otomatis, penanganan yang sangat
hati-hati harus diperhatikan untuk mencegah penggelumbungan balon yang
berlebihan. Jangan lupa bahwa tanduk uterus mempuyai bagian yang terbuka
terhadap tuba fallopi.
· Saat memutar, inner stylet dikeluarkan secara
perlahan sehingga tidak mengenaii balon.
· Sebelum
kateter balon di hubungkan dengan inlet tube, isi dengan medium. Outlet tube
(pengeringan) di tutup dengan clamp, dan inlet tube dibuka.
· Setelah
tanduk uterus diisi dengan medium, hentikan aliran. Setelah clamp outlet
dibuka, teknisi maraba dan memanipulasi uterus sehingga diperoleh sel telur
yang terdapat dalam lipatan-lipatan endometrium uterus. Jangan menyentuh uterus
jika outlet tube dalam kondisi tidak terbuka. Mmemanipulasi uterus yang berisi
larutan medium dapat menyebabkan embrio kembali ke tuba fallopi.
· Volume
medium pembilassan bervariasi antara 20-50 ml. tergantung pada ukuran tanduk
uterus dan posisi balon. Selama pembilasan pertama medium yang dimasukan hanya
20-30 ml dan secara bertahap ditingkatkan hingga 40-50 ml.
· Medium
yang telah bercampur dengan sel telur kemudian dialirkan ke luar tanduk uterus.
Proses tersebut diulang 8-10 kali hingga total medium pembilasan yang digunakan
400-500 ml.
· Pengisian
uterus dengan medium menggunakan syringe pada ujung keteter foley untuk
mendorong medium masuk kedalam uterus tidak boleh terlalu cepat karena dapat
merusak endometrium uterus.
· Untuk
membilas tanduk uterus harus menggunakan kateter secara berulang sebaliknya
dihindari jika sterilitasnya tidak terjamin.
e.
Perlakuan setelah pembelisan
Setelah
pembelisa, perluh dilakukan perlakuan sebagai brikut sehingga dapat dilakukan
superovulasi dan pembilasan untuk periode berikutnya, a.l.:
· Bilas uterus dengan 50 ml larutan PVP-iodine
2% atau antibiotik (penicillin 200.000 IU + streptomycin 0.2 g atau mpicillin
500 mg, dsb). Jika terdapat perlakuan pada membraan, penggunaan antibiotik
lebih baik karena membrane yang mengalami iritasi berespon terhadap larutan
antibiotik atau iodine.
· Injeksi
donor dengan 15-25 mg PGF2α atau 500-750 g atau analog PGF2α (estrumate) untuk
mencegah kebuntingan dan mengembalikan kondisi reproduksi ternak kepada keadaan
awal.
3. Koleksi
dan penaganan Embrio
Koleksi embrio dari medium pembilasan
harus dilakukan sesegera mungkin dan tanpa ada embrio yang tertinggal/hilang.
Hal ini karena medium pembilasan mengandung banyak mukosa darah dan serpihan
lapisan epitel dan ini dapat berakibat yang tidak baik terhadp embrio. Embrio
yang telah diperoleh harus segera dipindahkan ke mmedium segar dan dicuci
beberapa kali. Selama proses ini kebersihan harus tetap terjaga dan penanganan
embrio dilakukan dengan baik.
3. Klasifikasi atau Evaluasi Embrio
Evaluasi embrio merupakan factor penentu yang sangat penting
untuk keberhasilan transfer embrio. Seluruh embrio yang diperoleh harus
dievaluasi secara individu di bawah mikroskop dngan pembesaran 100 - 200 x
untuk melihat tahap perkembangan sel,, morfologi dan kualitas embrio.
1.
Tahap perkembangan
Tahap
perkembangan embrio yang diproleh harus sama dengan jumlah hari perlakuan
superovulasi. Sebagai contoh: embrio yang diperoleh 3 hari setelah donor
mengalami estrus seharusnya mempunyai tahap perkembangan pada 4-8 sel, 8-16 sel
pada hari ke-4, morula pada haro ke-5-6, morula akhir atau blastosis pada hari
ke-7 dan expanded blastosis pada hari ke-8.
Tipe
morfologi setiap tahap perkembangan embrio adalah sebagai berikut:
·
Morula
Biasanya embrio
menyerupai bola (bll of cell). Individu blastomer sulit dibedakan satu dengan
yang lainnya. Masa sel embrio menempati sebagian besar ruangan perivitelin.
·
Campact
Morula
Individu
blastomer terlah bersatu membentuk massa yang kompak, massa embrio menempati
60-70@ ruang perivitelin dimana ruangannya lebih besar daripada tahap morula.
·
Blastocyst
Perbedaan lapisan tropoblas
bagian luar dan bagian inner cell mass yang lebih kompak berwarna lebih gelap
dapat dilihat dengan jelas. Blastokol terlihat memenuhi ruang perivitelin.
· Expanded blastocyst
Diameter embrio
meningkat secara dramatis (1.2-1.5 x) bersamaan dengan menipisnya zona peluside
lebih kurang 1/3 ketebalan awa. Embrio yang diperoleh pada tahap expanded
blastocyst biasanya terlihat collaps, yang dicirikan dengan hilangnya seluruh
atau sebagian blastokol, dan ketebalan zona pelusida jarang kembali seperti
ketebalan awal.
· Hatched Blastocyst
Embrio yang diperoleh
pada tahap perkembangan ini dapat mengalami proses haching atau secara sempurna
terlepas dari zona pelusida. Hatcing blastocyst berbentuk seperti bola dengan
blastokol yang masih baik ataupun collaps. Indentifikasi embrio pada tahap ini
aakan sulit jika operator belum berpengalaman
2.
Evaluasi embrio
Kuliats embrio dapat
dinilai berdasarkan morfologi sperti bentuk, warna densitas/kepadatan
sitoplasma dan area yang mengalami degenerasi. Tahap perkembangan embrio harus
sesuai dengan jumlah hari setelah estrus.
Klasifikasi
Kualitas Embrio:
· Excellent:
Embrio yang ideal, berbentuk bola, simetris
dengan ukuran sel, warna dan tekstur yang seragam/sama.
· Good:
Tidak sempurna seperti
blastomer tertekan, berbentuk tidak berarturan dan terdapat sedikit gelembung.
· Fair:
Terbatas, tetapi bukan merupakan masalah
yang serius seperti sedikit blastomer tertekan, sedikit sel mengalami
degenerasi (10-30% tidak berarturan).
· Poor:
Merupakan masalah
serius seperti banyaknya blastomer yang tertekan, sel mengalami degenerasi,
ukuran sel bervariasi, banyak terdapat gelembung dengan ukuran besar tetapi
terlihat seperti massa embro yang sehat (30-50% bentuk tidak beraturan).
4. Kriopresrvasi atau pembekuan embrio
setelah dilaporkan oleh wilmut dan
Rowson pada 1973 bahwa embrio sapi mampu bertahan dalam suhu beku dan prinsp
kerja serta cara kerja teknik pembekuannya telah dilakukan juga pada domba oleh
wiladsen pada tahun 1997, maka industry TE didukung oleh pemanfaatan teknik
pembekuan mengalami kemajuan yang amat pesat. Tiga alasan utama pemanfaatan
pembekuan embrio adalah (1) pendayagunaan sumber data resipien yang tersedia,
(2) menyederhanakan transportasi embrio, (3) mengawetkan cadangan genetis yang unggul atau yang terancam punah. Embrio
beku terbukti dapat menjadi alternative
bagi tataniaga bibit ternak hidup antara Negara atau antara pulau dan impor
semen beku.
Bagi Indonesia, embrio beku
diantisipasi dapat menjadi alternative bagi pengiriman ternak antara pulau. Hal
ini akan mengatasi hambatan kesehatan hewan bila antara sumber dan penerima
bibit komoditas ternak terdapat perbedaan status penyakit menular yng mudah
terbawa oleh hewan hidup, di samping menghemat biaya pemesanan , pengangkutan
dan karantina ternak antar pulau.
Teknik pembekuan embrio telah secara
luas dilaukan di berbagai Negara. Untk Negara-negara eropa transfer embrio beku
lebih banyak diharapkan daripada embrio segar. Perbandingan kurang lebih sama
degan 70:30. Teknik pembekuan ini dpat pula membantu mengatasi keterbatasan
atau kelebihan resipien. Dengan perbedaaan angka kebuntingan yang relative
tidak banyak (sekitar 5-10% lebih rendah) disbanding transfer embrio secara
langsung, teknik pembekuan telah lama menjadi subsitusi transfer secara
langsung.
Di samping terhadap embrio utuh,
pembekuan embrio juga dapat dilakukan bagi embrio yang telah dibelah (embrio
paruh) melalui metode splitting (pembelahan mikro). Namun demikian, karena
angka kebuntingan nya masih relatife rendah dan teknik splitting menuntut
keahlian serta memakan waktu, maka efisiensi pembekuan embrio paruh masih
relative rendah. Oleh karena itu, teknik pembekuan tidak dianjurkan untuk
diterapkan pada embrio paruh. Hal yang sama juga tidak atau belum dianjurkan
bagi embrio yang dihasilkan dari pembuahan in vitro.
Teknik yang dikembangkan melalui
beberapa penelitian mengacu pada dua aspek: (1) efisiensi teknik pembekuan,
yakni dengan menetapkansistem baku yang banyak dianut sampai saat ini yang
terbukti memiliki viabilitas cukup tinggi, (2) memangkas konsumsi waktu dan
teknik pengenceran krioprotektan pasca thawing, dalam rangka menghemat waktu
dan bahan serta penyerdehanaan proses. Dari pengembangan prosdur yang berlaku,
teknik baru yakni vitrifikasi dan metode pengenceran satu tahap (one-step
delution) menjanjikan efisiensi waktu, tenaga dan biaya dengan hasil yang
relatife baik. Dengan metode satu tahap embrio dapat diproses, dithawing dan
ditransferkan secara sederhana mendekati prosedur inseminasi buatan.
C. Metode Transfer Embrio
Terdapat dua metode utama dalam
transfer embrio yaitu metode operasi dan non operasi. Penggunaan metode operasi
menghasilkan tingkat kebuntingan yang tinggi namun tingkat kebuntingan dengan
metode non operasi juga dapat menyamai metode operasi jika teknisi mempunyai
keahlian yang tinggi dalam transfer embrio.
a.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan
Transfer embrio
·
Kualitas Embrio.
·
Medium Transfer.
·
Sinkronisasi estrus donor dengan
resipien.
·
Infeksi.
·
Penempatan embrio dalam uterus.
·
Metode non operasi dan teknisi.
· Resipien,
dara atau induk.
· Status
nutrisi resipien.
b.
Seleksi Resipien
Resipien
yang adalah masih muda dan terbebas dari penyakit dengan tingkat fertilitas
yang tinggi dan mempunyai sifat keibuanyang baik juga, mempunyai pertumbuhan
yang baik dan mudah dalam melahirkan anak.. bangsa ternak tidak terlalu menjadi
permasalahan,umumnya jenis persilangan menunjukan tingkat fertilitas yang cukup
baik.
c.
Manajemen kesehatan resipien
Kesehatan
dan kodisi reproduksi resipien harus di uji pada saat seleksi.deteksi yang
dilakukan terutama terhadap abnormalitas saluran reproduksi, kondisi
kebuntingan dan kesehatan ternak. Bila calon resipien didatangkan dari luar,
maka harus dikarantina sebelum digunakan sebagai resipien. Selama periode ini,
resipien harus diamati setiap hari terhadap tanda-tanda penyakit, peningkatan
suhu tubuh dan infeksi yang mempunyai korelasi yang tinggi terhadap fertilitas.
d.
Sikronisasi dan Deteksi Estrus
a.
Deteksi Estrus
Keberhasilan Transfer
embrio juga tergantung dari sinkronisasi estrus antara donor dan resipien.
Donor dan resipien harus mempunyai panjang siklus estrus yang normal. Tingkat
keberhasilan akan lebih tinggi jika perbedaan estrus resipien dan donor
maksimal 1 hari. Standing heat adalah indikasi sapi estrus ditandai sapi akan
diam jika dinaiki sapi lain. Walaupun pengamatan secara langsung dengan mata
adalah metode deteksi estrus yang terbaik, namun saat ini terdapat peralatan
yang dapat membantu deteksi estrus seperti heat mount detector atau paint
stick.
Ciri lain yang
menandakan estrus adalah:
· Turunnya
selera makan
· Penurunan
produksi susu secara tajam
· Perubahan
tingkah laku, gelisah
· Keluarnya
lender bening dari vagina
b.
Sinkronisasi Estrus Resipien
Cara yang paling umum
dilakukkan untuk sinkronisasi estrus adalah dengan injeksi PGF2α atau analognya
(estrumate). Jika resipien yang telah disinkronisasikan mempunyai CL yang baik
pada saat transfer embrio, maka tingkat kebuntingan yang diperoleh akkan sama
dengan resipien yang estrus alami.
Metode Injeksi PGF2α
1.
Injeksi tunggal PGF2α dengan palpasi
rectal
Resipien yang berada
pada pertengahan siklus estrus dan menunjukan CL pada ovarium akan berespon
baik terhadap PGF2α pertama kali resipien diseleksi dengan palpasi rectal.
Resipien yang memiliki CL dikelompokan ke dalam satu kelompok dan diinjeksikan
dengan PGF2α (15-25 mg) atau estrumate
(500 mg). Estrus akan muncul 48-96 jam
kemudian.
2. Injeksi
ganda PGF2α tanpa palpasi rectal
Seluruh resipien diinjeksi
dengan PGF2α tanpa memperhatikan keberadaan CL pada ovarium. Ulangi injeksi
PGF2α 11 hari kemudian. Estrus akan muncul 48-96 jam kemudian.
Resipien yang tidak
respon terhadap injeksi PGF2α yang pertama akan berada pada posisi pertengahan
siklus pada injeksi yang ke dua dan kembali akan menunjukan gejalah estrus.
Resipien yang tidak respon terhadap injeksi PGF2α ke dua karena pada saat itu
mereka berada pada posisi pertengahan siklus estrus. Dengan metode ini seluruh
resipien akan mengalami estrus. Resipien harus diinjeksikan dengan PGF2α satu
hari lebih cepat dari pada donor, karena pengaruh perlakuan superovulai pada
donor dengan hormone gonadotropin menyebabkan sebagian besar donor akan menjadi
estrus 36-60 jam setelah injeksi PGF2α.
e. Persiapan
dan prosedur Transfer
a. Material
Peralatan :
· Transfer
gun
· Plastic
sheath
· Outer
sheath
· Gunting
· Plastic
straw
· Straw
cutter
· Disposable
syringe (5-10 ml) dengan jarum suntik
· Cervix
expander
Obat :
· Kapas
dicelupan ke dalam ethyl alcohol 70%
· Kertas
tisu dibasahi dengan densifektan (benzalkonium chloride
·
Xylocaine 2% (lidocaine HCL)
·
Padrine (prifinum bromide
:anticonvulsivant)
b.
Pemasukan embrio ke dalam straw
Persiapan straw :
·
Straw dicuci dengan air murni tanpa
membasahi sumbat kapas, keringkan dan
sterilisasi dengan gas ethylene oxide atau dengan cahaya ultra viole.
Sterilisasi dengan gas ethylene harus
sudah dilakukan 2 minggu sebelum straw digunakan, karena residu gas
tersebut dapat memberikan pengaruh yang merusak terhadap embrio.
·
Straw dipotong 1-2 cm untuk menyesuaikan
dengan transfer gun.
·
Straw dicuci beberapa kali dengan medium
tanpa membasahi sumbat kapas.
·
Masukan medium (M-PBS) sehingga mengisi
straw lebih kurang 2-3 cm.
·
Diikuti dengan pemasukan udara sepanjang
lebih kurang 0.5 cm dari straw.
·
Kemudian medium yang mengandung embrio
dimasukan ke dalam straw dengan syringe tuberculin 1 ml mendekati sumbat kapas,
diikutii denga udara dan medium berikutnya. Medium terakhir akan membasahi
sumbat kapas yang berada pada unjung straw.
c.
Persiapan transfer gun
·
Straw yang telah berisi embrio
ditempatkan dalam transfer gun dan ditutup dengan outher sheath. Hindarkan dari
kontaminasi.
·
Jika resipien berada berdekatan dengan
lab transfer embrio cara di atas dapat dilakukan secara langsung. Tetapi apabila
lokasi resipien berjauhan dengan lab, maka straw harus ditutupi dan dibawah
dengan hati-hati, dan dijaga agar tetap berada pada posisi horizontal.
d.
Persiapan resipien
·
Pemeriksaan resipien untuk terakhir
kalinya dilakukan 1 hari atau beberapa saat menjelang transfer. Jika
pemeriksaan dilakukan dengan palpasi rectal, maka jangan meyentuh atau meraba
bagian ovarium dan uterus secara kasar.
·
Kendalikan resipien di dalam kandang
jepit dan keluarkan seluruh feses yang berada dalam rectum.
·
Lakukan epidural anastesi dengan 3 ml
xylocaine.
·
Bagian vulva dan rectal dicuci dengan
air hangat dan diusap dengan kertas tisu yang dicelupkan dengan desinfektan dan
terakhir dengan kapas beralkohol.
e.
Sinkronisasi antara tahap perkembangan
embrio dengan siklus estrus resipien
Jika
tahap perkembangan embrio dan siklus estrus resipien berbeda, maka harus
disinkronkan sebaik mungkin. Sebagi contoh, pada hari ke 7 pembilasan transfer
embrio segar dapat dilakukan. Jika hari ke 6-8 tersedia resipien, maka tahap
morula dan blastosis awal ditransfer pada hari ke 6, tahap kompak morula dan
blastosis awal ditransfer hari ke 7 dan expanded blastosis ditransfer hari ke 7 dan expanded blastosis ditransfer hari
ke 8.
f.
Prosedur transfer
·
Pada saat teknik menempatkan tangannya
di dalam rectum, vulva dibuka dan transfer gun yang telah ditutupi cover sheath
dimasukan ke dalam vagina oleh seorang asisten.
·
Gun harus masuk melewati cervix hingga masuk
ke salah satu tanduk uterus dimana ovariumnya mengandung CL (ipsilateral).
Tanduk uterus ditinggikan dan diluruskan di depan unjung gun.
·
Ujung gun harus dimasukan 5-10 cm
melewati external bifurcation.
·
Sangat penting diperhatikan adalah
jangan sampai melukai bagian dinding uterus selama proses transfer embrio. Jika
terdapat tekanan dari uterus, jangan dipaksa, tunggu hingga relaks.
·
Jika posisi yang diinginkan sudah
diperoleh, maka embrio ditempatkan pada posisi tersebut.
·
Bila cervix terlalu sempit dan sulit
dimasuki gun, maka dapat dibantu dengan menggunakan expander cervix yang
berukuran kecil.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Transfer
embrio adalah suatu teknik dimana embrio (fertilized ova) dikoleksi dari alat
kelamin ternak betina menjelang nidasi dan ditransplantasikan ke dalam saluran
reproduksi betina lain untuk melanjutkan kebuntingan hingga sempurnah, seperti
konsepsi, implantasi/nidasi dan kelahiran.
B.
Saran
Saran
yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini ialah sebelum kita melakukan
Transfer embrio kita perluh memperhatikan tahap-tahap sebelum melakukan
transfer embrio yaitu inuksi super ovulasi, sinkronisasi estrus, pemanenan
embrio, klasifikasi embrio, penyiapan embrio dan kultur, kriopreservasi,
transfer Embrio.
DAFTAR
PUSTAKA
Soehadji. 1995.
Pengembangan Bioteknologi peternakan. Keterkaitan penelitian, pengkkajian dan
Aplikasi. Lokakarya Nasional I Bioteknologi Peternakan. Kerjasama Kantor
menristek dengan Departemen pertanian. Bogor.
Supriatna, I.
1993. Metode-metode dasar pembekuan embrio mamalia. Mata kulia Inti Dalam
Pelatihan Tugas teknisi. Dr. Bina prod.
Peternakan. Balai pembibitan Ternak dan hijaun makanan, purwokerto.
Supriatna, I dan
F.H. Pasarribu. 1992. In Vitro Fertilisasi, Transfer Embrio dan Pembekuan
Embrio. Depdikbud, DIKTI dan PAU IPB Bogor.
Toelihere, M.R.
1981. Fisiologis Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar